Bagaimana meningkatkan kesetaraan dan memperkuat akses ekonomi rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan?

Dengan cara memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa perempuan bukanlah makhluk yang lemah, perempuan bukannya babu bagi laki laki, perempuan memiliki hak umum yang sederajat dengan laki laki, perempuan merupakan makhluk yang berdaya, dan perempuan itu tidak bodoh. Laki laki dan perempuan itu setara, bukan berarti sama, tetapi sebanding. Dengan dilakukan pemahaman kepada masyarakat, sehingga masyarakat setuju untuk bersuara itulah yang membuat pemerintah mendengar, jadinya dapat diciptakan aturan resmi hak kebebasan setiap akses oleh kedua gender dalam pendidikan, sosial, politik, ekonomi, dan lain lain. Jika masyarakat masih saja denial tentang kesetaraan, buatlah argumen yang kuat, dan jangan lupa sisipkan kata kata what if it’s was you, tell them dampaknya, ur story, depresinya akibatnya, susah payahnya, buatlah mereka mengerti bagaiamana jika mereka diposisi kalian atau seperti perempuan yang didiskriminasikan, yang di kelilingi jiwa patriarkis, misoginis dan lainnya. Kita semua setara, buatlah mereka yang denial menjadi mencoba untuk think twice. Tunjukkanlah mereka contoh teladan yang baik, dan yang buruk. Mengapa perlu menunjukkan teladan yang buruk? agar masyarakat itu mengerti mana yang baik buruknya, jika ada berikan contoh dari kerabat terdekat mu, atau kerabatnya yang baik maupun buruk, buatlah mereka berpikir, bagaimana jika saya digituin? Kita para manusia itu tidak bisa request nasib kita, sudah coba ubah nasib kita tetapi jika eksternal nya mendiskriminasikan, ditreat seolah olah kita terbatas gamampu galayak dalam akses bidang pendidikan, sosial, politik, ekonomi, sama saja, tidak akan dipandang baik oleh masyarakat fixed minded. Kalian juga bisa dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru, yang bisa diakses untuk kedua gender, berikan keadilan pada lapangan kerja baru yang kamu buat ini. Cobalah untuk memberikan kesempatan untuk menjadikan perempuan sebagai pemimpin, sebagai bentuk teladan, ternyata perempuan bisa menjadi teladan yang baik. Agar para masyarakat diluar sana semakin yakin bahwa, laki – laki dan perempuan itu setara. Banyak disini perempuan yang berpendidikan tinggi seperti dokter, pilot yang masih sempat mengurusi rumah, menyapu, mencuci, mengurusi anak suami. Bahkan bisa dibilang pekerjaan seorang wanita lebih berat, melelahkan, kita harus menghadapi fase peluruhan, fase hamil, kontraksi, melahirkan, dan lainnya, bisa bisanya pekerjaan seberat sehebat itu dianggap lemah. Intinya adalah kita bicarakan disini tidak hanya laki laki saja yang bisa bersifat patriarkis, misoginis atau bentuk dari diskriminasi pada perempuan lainnya, tetapi banyak perempuan diluar sana juga seperti itu, masi menganggap remeh kepada perempuan yang ingin berpendidikan tinggi, banyak yang bilang ngapain sih jadi dokter? Nanti juga paling kerjaannya ngelayanin suami saja itulah kata mereka. Jadi, Ciptakanlah relasi kelompok yang bisa membuat masyarakat kagum, ternyata banyak perempuan yang hebat, yang kuat, ubahlah pandangan masyarakat tentang kalian. Merendahkan bahwa perempuan yang menjadi kepala keluarga selalu miskin gaakan bisa maju, tetapi membatasi akses untuk pekerjaannya untuk ekonominya? Gimana mau expect untuk maju, kalau dalam pekerjaan saja sudah diberlakukan tidak adil, dianggap tidak layak?

N

Naura R. Annisa

DKI Jakarta
No online PDF viewer installed

Apa akar dari permasalahan ini? Identifikasikan masalah secara spesifik, mengapa banyak perempuan mengalami ketidakadilan sebagai kepala keluarga?

Menurut kelompok kami, masalah ini sebenarnya sudah ada dari zaman dahulu kala, awal mula masalah ini terjadi, yang pastinya adalah dari sebuah mindset seseorang. Mindset ini bermula ketika manusia mulai mengenal yang namanya sistem kelas, artinya mereka berpikir bahwa laki – laki lah sebagai pemimpin dalam garis patriarkal yang dapat memimpin, memutuskan, mengatur, apapun yang dikehendakinya atas anak perempuaan, dan harta bendanya, juga mereka menganggap bahwa jika seorang laki laki ingin menikah, perempuan yang dinikahinya tersebut seolah olah akan dibeli dan menjadi milik kelompok suaminya sehingga perempuan tersebut seperti layaknya budak. Dari mindset seperti ini lah muncul yang namanya budaya patriarki, yaitu budaya yang mengagung agungkan laki laki, dan memosisikan perempuan di bawah laki laki. Sebagai contoh, pada zaman R.A Kartini dulu kala, perempuan dianggap rendah, dan lemah oleh laki – laki, mereka menganggap kalau perempuan kerjaannya hanya menjahit saja memasak saja, dan berkata bahwa “lihat perempuan perempuan itu lemah, dan bodoh sekali, tidak seperti kita”. Hak - hak perempuan telah dibatasi oleh sistem ketatanegaraan atau adat istiadat pada zaman dulu. Perempuan tidak mendapatkan akses pendidikan dan pekerjaan, hanya dijadikan pelayan suami dan anak sehingga perempuan mengalami ketertinggalan. perempuan mengalami ketidaksetaraan akibat struktur sosial, politik, dan ekonomi yang dibuat oleh suatu negara. Namun, sayangnya pola pikir, kebiasaan, dan prinsip masyarakat di masa lalu masih ada hingga sekarang, walaupun hukum pemberdayaan perempuan telah keluar. Perempuan tetap mengalami ketidakadilan karena adanya Pola pikir atau mindset yang tidak grow, tidak open (fixed mindset) oleh kalangan masyarakat yang menerapkan hukum atau kebiasaan zaman dulu, atau sekarang berkaitan dengan budaya patriarki. Contoh yang ada pada masa tidak lama ini ialah saat pemilu 1999 megawati menyalonkan jadi presiden yaitu sebelum gusdur menjabat, megawati memenangkan suara, tetapi Megawati gagal duduk di kursi presiden lantaran ada beberapa partai poros Tengah tak setuju. Mereka menolak Megawati menjadi presiden dengan alasan gender. Bahkan menurut ketua umum PPP Hamzah Haz, PPP berpegang pada fatwa ulama bahwa perempuan tidak diperbolehkan menjadi presiden, bahkan ia melontarkan kata katanya kalau mbak mega menjadi presiden, hamzah tidak bersedia duduk dalam pemerintahan. Orang orang seperti mindset hamzah lah yang disebut Fixed Mindset. Nah, setelah lahir budaya patriarki mulai bermunculanlah yang namanya misoginis. Misoginis merupakan kebencian kepada kaum perempuan, yang mengakibatkan memandang rendah perempuan atau patriarkis. Menurut kelompok kami, root cause dari case ini, which is kenapa perempuan mendapat ketidakadilan sebagai kepala keluarga ialah karena budaya ini. Banyak perempuan janda yang tidak bisa mendapat kerjaan dengan gaji yang layak, karena masih dianggap rendah, dan seolah olah perempuan cannot run this world. Coba deh, bagaimana sebagian besar perempuan yang menjadi kepala keluarga bisa terhempas dari kemiskinan, dan kecaci makian masyarakat? Kalau misalkan, kedua gender masi memandang rendah perempuan untuk memimpin. Sekali lagi, disini kita tidak berbicara bahwa hanya laki laki saja yang bisa bersikap misoginis, tapi perempuan bisa juga, seolah tidak ada girls support girls dalam alur positif. Seolah olah perempuan memiliki keterbatasan akses dalam hidupnya untuk menjadi berdaya. Padahal kehadiran perempuan sebagai kepala keluarga jugalah penting untuk kesejahteraan keberlangsungan kehidupan keluarganya. Menurut saya, sebenarnya MASALAH TERBESARNYA IALAH bukan dari diri si perempuan kepala keluarga itu sendiri yang salah, tetapi dari masyarakatnya, terutama masyarakat daerah yang mindset nya masi zaman jadul. Bukan dari diri si perempuan kepala keluarga itu disini maksudnya bukan memang tidak berpengaruh dari internalnya, tetapi masalah yang terbesarnya adalah dari eksternalnya. Sikap mendiskriminasikan perempuan inilah yang harus dihilangkan.

Apa arti dari kata berdaya? Faktor apa secara internal (misal, motivasi seseorang) atau eksternal yang dibutuhkan sehingga seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang berdaya?

Berdaya adalah kondisi di mana seseorang memiliki dukungan dari faktor internal dan faktor eksternal yang memiliki peran penting dalam keberdayaan seseorang seperti pada pokok permasalahan diatas. Keberdayaan seseorang dinilai dari 3 hal yaitu hak, akses, dan ruang yang diberikan kepada seseorang. Faktor internal yang dibutuhkan seseorang agar dapat dikatakan sebagai orang yang berdaya, salah satu nya adalah menjadi mandiri, menjadi mandiri disini bermaksud sebagai tidak selalu bergantung dengan orang lain, lain dari itu kita juga harus memperkuat mental kita, tahan dari kata kata negatif yang ingin menjatuhkan kita, tahan dari orang lain yang ingin membuat kita menjadi tidak berdaya. Lain dari itu kita harus yakin pada diri kita kalau kita itu bisa, positive thinking, ga peduli apa yang dibicarakan orang lain tentang kebenciannya, first stepnya ialah dengan mengubah pola pikir kita, mengubah mindset kita, mungkin dari diri kita bahkan bisa saja masih melekat jiwa pesimis, jiwa pesimis yang dilontarkan pada diri kita membuat kita menjadi tidak pede, contoh jika kita berpikir pada diri kita sendiri bahwa kita tidak mampu, tidak berdaya. Untuk faktor eksternalnya, menurut kelompok kita ialah, dengan adanya lingkungan yang sehat, lingkungan sehat disini maksudnya bukanlah lingkungan yang tidak banyak penyakit dalam bentuk penyakit tubuh, tetapi lingkungan yang bersifat supportive, mendukung, positif, dan tidak mengandung penyakit hati. Berhubungan dengan faktor internal untuk memperkuat mental tadi, faktor eksternalnya ialah memilih lingkungan atau relasi atau istilahnya circle yang bisa mendukung kalian untuk menjadi berdaya.

Apa yang dapat pemerintah atau masyarakat lakukan untuk melawan budaya patriarki dan diskriminasi gender terhadap perempuan kepala keluarga? Pendekatan apa yang paling tepat untuk mengatasi masalah tersebut sekaligus mengedukasi?

Menurut kelompok saya stakeholder terpenting ialah dari masyarakat nya sendiri, karena jika masyarakat sudah setuju melawan belenggu budaya patriarki dan diskriminasi gender terhadap perempuan kepala keluarga, pasti suara masyarakat akan teralirkan kepada pemerintah, karena dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sendiri. Dengan cara memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa perempuan bukanlah makhluk yang lemah, perempuan bukannya babu bagi laki laki, perempuan memiliki hak umum yang sederajat dengan laki laki, perempuan merupakan makhluk yang berdaya, dan perempuan itu tidak bodoh. Dengan dilakukan pemahaman kepada masyarakat, sehingga masyarakat setuju untuk bersuara itulah yang membuat pemerintah mendengar, jadinya dapat diciptakan aturan resmi hak kebebasan setiap akses oleh kedua gender dalam pendidikan, sosial, politik, ekonomi, dan lain lain. Apa yang terjadi jika masyarakat tidak mau mendengar atau mengimplementasikan pemahaman nya? Bagaimana cara membuat masyarakat fixed minded itu paham? caranya ialah, buat lah argumen yang kuat, dan jangan lupa sisipkan kata kata what if it’s was you, bagaimana jika itu kamu, tell them dampaknya tell them ur story tell them ur pengalaman tell them depresinya tell them akibatnya, tell them susah payahnya, buat lah mereka mengerti bagaiaman jika mereka diposisi kalian atau diposisi seperti perempuan yang di diskriminasikan, perempuan yang di kelilingi jiwa patriarkis, misoginis dan lain lain. Buatlah mereka yang denial menjadi mencoba untuk think twice. Tunjukkanlah mereka contoh teladan yang baik, dan contoh teladan yang buruk. Mengapa perlu menunjukkan contoh teladan yang buruk? Perlu dong, kita contohkan agar masyarakat itu mengerti mana yang baik dan buruknya, sisipkan juga dampak dari orang yang buruk itu seperti apa, juga dampak dari orang yang baik seperti apa, lalu serahkan kepada masyarakat itu, kalau ada berikan contoh dari kerabat terdekat mu, atau keluarga mu yang baik maupun buruk, buatlah mereka berpikir, oh iya ya bagaimana jika saya digituin? Bagaimana jika nasib saya begitu?. Kita para manusia itu tidak bisa request nasib kita mau gimana kan? Jadi kalo ada orang yang masi aja fixed minded katakan pada meraka bahwa, nasib kita sudah seperti ini, kita sudah coba ubah nasib kita tetapi jika eksternal nya begini masih menjatuhkan, mendiskriminasikan, seolah olah kita terbatas dalam akses bidang pendidikan, sosial, politik, ekonomi dan lain lain, sama saja, tidak akan dipandang baik oleh orang orang yang masih fixed minded? Solusi terbaik nya adalah perlu nya dukungan dari eksternal juga. Buatlah mereka berpikir 2 kali. Kita bicarakan disini tidak hanya laki laki saja yang bisa bersifat patriarkis, misoginis atau bentuk dari diskriminasi pada perempuan lainnya, tetapi banyak perempuan diluar sana juga seperti itu, masi menganggap remeh kepada perempuan yang ingin berpendidikan tinggi, banyak yang bilang “ kamu ngapain sih jadi dokter? Nanti juga paling kerjaannya nyuci gosok doang . Bahkan saya mengalami itu sendiri, banyak yang menganggap bahwa ujung ujung nya perempuan itu hanya bisa mencuci, menggosok, menyapu, seakan akan itu merupakan pekerjaan yang remeh, yang hina, padahal sosok jasa dari ibu rumah tangga bagi keluarganya saja sudah berat banget. Banyak disini perempuan perempuan, dokter, pengacara, pilot, dan lain lain yang masi sempat mengurusi rumah, mengurusi menyapu, mengepel, mencuci, mengurusi anak, mengurusi suami, bahkan bisa dibilang pekerjaan seorang wanita lebih berat, lebih melelahkan, kita harus menghadapi fase peluruhan, fase hamil, kontraksi, melahirkan, dan lain lainnya. Bisa bisanya pekerjaan seberat itu dianggap lemah? Dianggap kecil, dianggap remeh? Pemikirannya, butuh di update. Merendahkan bahwa perempuan yang menjadi kepala keluarga selalu miskin gaakan bisa maju, tetapi membatasi akses untuk pekerjaannya untuk ekonominya? Gimana mau expect untuk maju, kalau dalam pekerjaan saja sudah diberlakukan tidak adil, dianggap tidak layak?

Ide lainnya

Program Manggala Puan (PAMAPU) merupakan program berbentuk penyuluhan secara langsung dan tidak langsung kepada masyarakat yang bertujuan untuk mengubah perspektif individu yang memiliki pola pikir bahwa perempuan tidak bisa memegang tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Perubahan pola pikir ini akan mematahkan stigma yang berakar di masyarakat, mendorong rasa empati, dan waspada pada kejadian di lingkungan serta membuka pertolongan kepada kepala keluarga perempuan untuk mensejahterakan keluarganya. Solusi berdasar pada pendorongan kepercayaan diri kepala keluarga perempuan dan meyakinkan masyarakat untuk merangkul satu sama lain serta tidak terbelenggu pada stigma. Target utama dari solusi ini adalah individu atau kelompok pada masyarakat yang masih memiliki pola pikir tradisional terhadap kepala keluarga perempuan. Selain itu para kepala keluarga perempuan juga ditargetkan untuk didorong menjadi lebih berdaya dalam menghadapi kondisinya. PAMAPU memanfaatkan pendekatan secara “mulut ke mulut” sebagai kelanjutan dari implementasi solusi terhadap masyarakat. Dibutuhkannya sumber daya manusia yang memadai dalam bidang penyampaian informasi, penarikan empati, dan interaktif terhadap sesama untuk penyuluhan secara langsung dengan tetap mengutamakan keadaan tempat dan setiap individu selama pandemi berlangsung. Sedangkan dalam penyuluhan tidak langsung, dibutuhkan pembicara yang kuat dalam mempengaruhi peserta, ahli teknologi dan peralatan yang memadai untuk mengadakan webinar nasional. Kendala yang akan dihadapi berupa penolakan dari masyarakat sendiri. Individu atau kelompok bersikeras terhadap pemikiran mereka mengenai kepala keluarga adalah seorang laki-laki dan sudah sepatutnya pemimpin diisi oleh laki-laki serta pandangan rendah terhadap kepala keluarga perempuan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Program Manggala Puan menerima pembelaan dan penyelaan sebagai evaluasi kedepannya dalam implementasi, penyampaian materi disusun secara bertahap dan menghindari materi berbobot berat dan tabu disampaikan pada awal sosialisasi, dan pemberian bukti yang lengkap diberikan secara menyeluruh, terutama bukti yang terjadi pada orang sekitar tempat sosialisasi diadakan. Langkah selanjutnya, PAMAPU dibagi menjadi tiga kegiatan utama yaitu DISKUSI, PELAKSANAAN, dan EVALUASI. DISKUSI terdiri dari Pengenalan dan Sosialisasi Program Manggala Puan (PAMAPU), PELAKSANAAN mencakup Penyuluhan Secara Langsung dan Penyuluhan Secara Tidak Langsung, dan EVALUASI yang fokus pada pembahasan hasil dan hal yang harus dilakukan kedepannya. Setiap kegiatan ditangani oleh sumber daya manusia yang memenuhi kriteria dan memiliki waktu pelaksanaan yang beragam. Kehadiran Program Manggala Puan (PAMAPU) bisa mengembangkan kinerja dan sosialisasi yang telah dilaksanakan oleh Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) untuk mematahkan perspektif bahwa perempuan kurang mampu dalam menjadi kepala keluarga dan melepaskan kepala keluarga dari belenggu rantai kesulitan ekonomi.
Card image top
L
LENTERA